Asfia Mahyus atau Muhammad Asfia Mahyus lahir di Semelagi Besar, Sambas, kabupaten di Kalimantan Barat pada 1938. Mahyus adalah singkatan Mahmud Yunus yang merupakan nama bapaknya. Ia beralamat di Jalan Tanjung Raya I Gang Kadriah no. 52 Pontianak. Ia menghabiskan masa sekolahnya di Sambas, lulus SD pada 1951 dan SMP pada 1954. Kemudian, ia meneruskan ke sekolah guru Opleyding Voor Volk Onderweyser (OVVO) dan lulus pada 1957. Ia sempat menjadi guru di Sambas dan wartawan Media Cahaya Islam, tetapi ia lebih sering beraktivitas sebagai wiraswastawan barang antik sampai ke mancanegara. Di sela-sela berwiraswasta, ia melakukan dakwah, menyampaikan ajaran Islam sampai ke mancanegara pula. Selain itu, ia pernah terjun di bidang politik pada 60-an, di bawah bendera Masyumi. Ia meninggal dunia pada tanggal 20 Januari 1993 setelah melakukan dakwah pada malam hari di Mempawah, Ibu Kota Kabupaten Pontianak.

Orang tua Asfia Mahyus bernama Mahmud Yusuf yang lahir di Sambas, berprofesi sebagai guru agama dan Wajihah H. Yahya yang lahir di Sambas juga, seorang Ibu Rumah Tangga. Ia menikahi perempuan bernama Aminah (Sambas, 20 Desember 1947) pada 1969 di Sambas. Pernikahan tersebut menurunkan empat anak perempuan dan satu laki-laki, yakni Safarina (Pontianak 10 April 1970), Khadarina (Pontianak, 18 Oktober 1972), M. Al-Akhyar (Pontianak, 11 Mei 1976), Fitriana (Pontianak, 6 September 1978), dan Al-Mumtahanah (Pontianak, 9 Mei 1981).

Asfia Mahyus aktif menulis pada surat kabar daerah yang dirintisnya bersama dengan penulis seangkatan dengannya. Surat kabar tersebut bernama Media Cahaya Islam. Karena menulis dengan idealisme yang tinggi di surat kabar, di antaranya mengkritik keberadaan Nasakom (Nasionalis Agama dan Komunis), bentukan Presiden Soekarno, Asfia Mahyus pernah merasakan ”hotel prodeo” pada masa orde lama, yaitu pada 1963-1966. Menurut putusan pengadilan waktu itu, ia divonis 11 tahun. Karena perubahan peta politik pada 1966, ia dibebaskan dari vonis yang telah ditetapkan. Di dalam penjara Asfia Mahyus berhasil menulis berbagai syair dan pantun yang bernafaskan keagamaan.

Setelah keluar dari penjara, semua karya yang pernah ditulisnya dahulu dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah antologi Ilham Islam yang diterbitkan oleh Sarahan Masjid Aminah, Singapura pada 1968. Kemudian, diterbitkan lagi pada 1992 atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Aktivitas kepenulisannya tidak hanya menerbitkan sebuah antologi, ia pernah mempresentasikan makalahnya berjudul Hubungan Brunei dan Pengaruhnya dengan Negeri dan Kerajaan Sambas di Universitas Brunei. Ia juga sempat menghadiri Simposium Sastra Islam di Brunei Darussalam pada tanggal 16-18 November 1992.

Walaupun sedikit karya yang ditinggalkannya, Ilham Islam merupakan antologi pribadi pertama yang diterbitkan di luar negeri oleh pengarang Kalimantan Barat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *